Kamis, 17 Januari 2013

Tanam Rambutan Berharap Durian

Esensi sebuah "pekerjaan" adalah untuk dikerjakan. Esensi seorang pekerja adalah orang yang "bekerja". Bukanlah seorang pekerja jika orang itu tidak melakukan pekerjaannya dengan sepenuh hati. Sepertinya di Indonesia tercinta ini itulah yang terjadi, para pekerja setengah hati bekerja untuk pekerjaannya. Ini yang membuat negara tercinta kita tersendat perkembangannya, dan selama puluhan tahun tersangkut di status negara berkembang dan belum bisa menjadi negara maju. Dengan sedih dan sedikit merelakan, atau bahkan acuh tak acuh kita membiarkan Singapura sang tetangga kita meninggalkan statusnya dan menjadi negara maju yang sepenuhnya.


Apa yang terjadi di negeri ini? Salah satunya adalah fenomena ketidakseriusan para pekerja untuk melakukan pekerjaannya. Coba kita lihat beberapa contoh pekerjaan yang terkenal di negara kita:

  • DPR alias Dewan Perwakilan Rakyat, pekerjaannya adalah mewakili kepentingan rakyat dengan membuat undang-undang yang sesuai dengan kebutuhan rakyat. Pekerjaannya adalah membantu rakyat menyampaikan, agar keperluan2 harian rakyat bisa disediakan oleh pemerintah. DPR mempunyai tunjangan dan gaji yang pastinya cukup untuk kebutuhan keluarganya sehari-hari.
  • Polisi dan tentara, pekerjaannya adalah membuat rakyat aman dan tertib, bisa dalam berlalu lintas, ataupun dalam keamanan dari prilaku kriminal, dan juga keamanan dari kekuatan asing. Polisi dan tentara digaji dan mendapatkan tunjangan dari pemerintah yang uangnya datang dari rakyat, sehingga mestinya gaji dan tunjangannya cukup.
  • Pejabat pemerintah (camat, lurah, kepala dinas, menteri, sampai presiden,), pekerjaannya adalah membantu rakyat dalam masalah administrasi yang berkaitan dengan kehidupan bernegara. Para pejabat juga mendapatkan gaji serta tunjangan yang datangnya dari pemerintah, yang ujung-ujungnya adalah uang rakyat juga, berasal dari pendapatan pajak dan non pajak.
  • Pengusaha, baik itu pengusaha besar yang mempunyai seratus perusahaan, ataupun hanyalah seorang penjual bakso yang berjualan berkeliling kampung, pekerjaannya adalah mencari uang dari apa yang dikerjakannya. Penjual bakso jelas dapat uang dari bakso dagangannya, serta pengusaha real estate mendapatkan uang dari penjualan real estate nya pula. Mereka tidak ada yang menggaji dan tidak ada yang menjamin akan mendapat gaji, tidak seperti pekerjaan-pekerjaan yang dibahas sebelumnya.

Pekerjaan-pekerjaan di atas rasanya sudah sangat jelas pembagiannya dan siapa pekerjanya:

  • anggota DPR bekerja untuk rakyat, mendapat gaji dari rakyat.
  • Polisi dan tentara bekerja untuk rakyat, mendapat gaji dari rakyat.
  • Pejabat pemerintah bekerja untuk rakyat, mendapat gaji dari rakyat.
  • Pengusaha bekerja untuk dirinya sendiri dan keluarganya, mendapat gaji dari hasil jerih payahnya sendiri.

Tapi apa yang terjadi di Indonesia, masyarakatnya sama sekali tidak menghormati dan mencintai pekerjaannya sendiri. Orang-orang yang mestinya bekerja untuk rakyat, malah bekerja untuk dirinya sendiri dengan alasan gajinya tidak cukup. Coba kita kutip pernyataan seseorang di sini:

"Angkat tangan yang sudah bersih? Yang hanya hidup dari gaji saja, coba? Jadi, kita enggak usah munafik, termasuk saya kalau hanya dari gaji enggak cukup juga," kata Pak Jendral bintang tiga ini.

Bayangkan, seorang jendral yang harusnya gajinya dari rakyat, mengaku gaji tidak cukup! Apakah memang gajinya tidak cukup (pemerintah bego untuk menetapkan standar gaji), ataukah memang gajinya tidak cukup karena gaya hidup seorang jendral? Sebetulnya jendral itu gaya hidupnya harus seperti apa makanya gaji tidak cukup? Apakah harus punya lima motor gede dengan tanah berpuluh hektar? Belum lagi lima mobil di masing-masing rumah? Kalau standarnya seperti itu sih ya memang pasti gak akan cukup.

Kalau kita sudah memilih sebuah pekerjaan, maka cintailah pekerjaan itu. Hormatilah pekerjaan itu baik dari kelebihannya ataupun kekurangannya. Kalau sudah memilih menjadi polisi, maka hormatilah pekerjaan sebagai polisi, jangan melakukan pemungutan liar ataupun perbuatan memalukan lainnya. Tenang saja, gaji sudah cukup kok, buktinya banyak juga polisi-polisi tingkat rendah yang lurus hidup bersahaja dengan keluarganya. Bersahaja? Ya iyalah, kalau mau hidup mentereng pindah pekerjaan donk, jadi pengusaha.

Tidak ada alasan gaji dan penghasilan tidak cukup bagi orang-orang yang hidupnya digaji oleh pemerintah (rakyat), sudah ada mekanisme menentukan besar gaji. Pertanyaannya tinggal bijakkah kita untuk membelanjakan gaji itu?

Jika kita sudah memilih menjadi abdi negara, maka jangan pikirkan kekayaan, pikirkan saja rakyatmu. Ada yang bilang "kasihan seorang PNS hidup sederhana karena hidup lurus," itu salah! Karena memang seharusnya seorang Pegawai Negeri Sipil hidup sederhana (tergantung gaji yang dikasih negara), bukan kasihan! PNS dengan status rendah namun kaya raya karena korupsi, itulah yang harusnya dikasihani. Mereka tidak menghormati dan mencintai pekerjaannya, dan bayangkanlah kutukan 200 juta lebih rakyat Indonesia yang bakal menyertainya setiap hari.

Kenapa sih orang-orang di Indonesia tidak mencintai pekerjaanya? Terutama orang-orang yang sudah dijamin penghasilannya oleh negara. Semua orang sudah punya tugas masing-masing kok, mau jadi kaya jadilah pengusaha, mau dihormati dan didoakan oleh masyarakat maka jadilah abdi negara. Gak usah dulu deh mau dua-duanya, itu malahan menjadi racun yang efeknya bukan hanya ke diri pribadi, namun ke seluruh ibu pertiwi. Fokuslah ke pekerjaanmu, cintailah pekerjaanmu, kalau kamu menanam pohon rambutan, jangan mengharapkan panen buah durian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar